NAN, Anggota KPPS Desa Wonotolo Protes Hasil Tes Usap DKK Sragen

NEWS

Penulis: Sugimin
SRAGEN | inspirasiline.com

MENJELANG Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Rabu Wage, 9 Desember 2020 mendatang, Bumi Sukowati diguncang problematka.

Setelah kemarin, warga pro-kotak kosong (Koko) memprotes adanya spanduk bertulisan “Tolak Kotak Kosong” yang dipasang di pinggir jalan, kini anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) asal Desa Wonotolo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen berinisial NAN (36) memprotes hasil tes usap (swab test) yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sragen.

Pasalnya, hasil swab test yang diterbitkan RSUD dr Moewardi Solo berbeda dari hasil tes usap mandiri yang dilakukannya di rumah sakit lain.

KANTOR Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sragen.

Hasil swab dari DKK menyatakan positif, sementara setelah di-swab mandiri di RS dr Oen Solo dinyatakan negatif. Atas perbedaan hasil swab itu, NAN pun merasa seolah-olah di-covid-kan.

Hal itu diungkapkan NAN, saat ditemui inspirasiline.com di rumahnya, Kamis (3/12/2020).

Warga Dukuh Kedung Gandu, Desa Wonotolo ini mengatakan, awalnya terdaftar sebagai anggota KPPS mengikuti rapid test dan dinyatakan reaktif.

Karena reaktif, dia kemudian menjalani swab test di Technopark, 17 November lalu. Saat keluar hasilnya, tiga hari kemudian (20 November 2020), NAN langsung syok ketika dinyatakan positif.

NAN kaget, padahal merasa sehat dan tidak ada gejala apa-apa. Karena merasa sehat, NAN pun keukeuh menolak dijemput tim Puskesmas untuk isolasi mandiri di Technopark Sragen.

Karena ragu atas hasil swab itu, NAN pun memberanikan diri melakukan swab test mandiri di RS dr Oen Solo, 26 November 2020.

Hasilnya keluar dua hari kemudian. NAN terkejut untuk kali kedua setelah hasil swab test itu menunjukkan tanda negatif.

“Saya curiganya, karena hasil swab dari RS dr Moewardi itu tidak ada tanda tangan yang yang bertanggung jawab di bawahnya. Saya bandingkan dengan hasil yang dari dr Oen itu, ada tanda tangannya dari dokter lab,” ujar NAN dengan nada kecewa.

Tokoh masyarakat Desa Wonotolo, Joko Riyanto yang mendampingi NAN juga heran, karena kabar NAN dinyatakan positif akhirnya membuat warga sekitar resah.

Sementara sejak kabar positif itu muncul, seperti tidak ada tindakan apa-apa dari pihak terkait. Menurutnya, pemerintah dan DKK juga tidak ada tindakan ke rumah, sebelum NAN akhirnya memutuskan melakukan swab test mandiri.

”Minimal ya ada penyemprotan. Ini tidak ada sama sekali,” ujarnya.

Dia justru kasihan terhadap NAN, karena mendapati hasil swab test yang berbeda.  Kondisi itu akhirnya berdampak pada keadaan ekonomi dan sosialnya.

”Terus yang bersangkutan juga takmir masjid, akibatnya ya juga dijauhi jemaah. Terus usaha tempe keripiknya tidak laku,” tutur Joko Riyanto kecewa.

Karena ragu hasil swab test di Teknopark Sragen, NAN kemudian dengan biaya sendiri melakukan swab test di RS dr Oen Solo. Hasilnya negatif, meski NAN harus merogoh kocek pribadinya senilai Rp 1,3 juta.

”Di Technopark, hasilnya keluar tiga hari setelah swab. Dari dr Oen, dua hari langsung keluar. Intinya nggak percaya, karena tidak ada tanda tangan di bawahnya. Hasilnya di-share lewat WA, bukan surat resmi,” bebernya.

Pihaknya berharap, setelah ini pemerintah memberikan kepastian hukum. Terutama soal akurasi hasil swab, lantaran menyangkut nasib seseorang dan sangat rentan memicu stigma negatif di masyarakat jika sudah dinyatakan positif.

Pihaknya menyerukan kepada seluruh warga masyarakat untuk tidak mempercayai hasil swab test yang tidak ada tanda tangan penanggung jawab laboratorium.

“Kalau tidak ada tanda tangan penanggung jawab, siapa yang akan dituntut kalau terjadi sesuatu?” tuturnya dengan nada bertanya.

Sangat Mungkin
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sragen dr Hargiyanto menepis tudingan hasil swab test tidak akurat dan seolah pihaknya sengaja meng-covid-kan NAN.

Menurutnya, perbedaan hasil dari dua swab test yang dilakukan dengan rentang sembilan hari itu sangat mungkin terjadi.

Sebab, masa inkubasi virus Covid-19 adalah 14 hari, sehingga ketika jarak swab pertama dan kedua cukup lama, sangat dimungkinkan sudah terjadi perubahan pada kondisi seseorang yang positif.

“Saudara NAN diambil swab pertama oleh DKK pada 17 November. Lalu hasilnya keluar dari Moewardi tanggal 20 November 2020 positif. Lalu dia swab mandiri tanggal 26 November, hasilnya keluar dua hari kemudian. Artinya, ada selang sembilan hari. Masa inkubasi virus itu 14 hari, kalau dia swab pertamanya ternyata hari ketujuh, kan sembilan hari kemudian mungkin kondisinya sudah membaik, sehingga bisa jadi sudah negatif,” urainya.

Hargiyanto menjelaskan, daya tahan virus Corona adalah 14 hari. Jika saat di-swab ternyata sudah memasuki hari ke-12 inkubasi dan positif, kemudian di-swab kedua tiga hari kemudian pun, peluang berubah membaik dan jadi negatif juga sangat terbuka.

Terlebih bagi orang yang positif dengan kondisi tanpa gejala, perubahan membaik itu bisa sangat cepat.

”Jadi mungkin virus waktu hidupnya tinggal sebentar. Kalau mau cari second opinion selang beberapa hari dan hasilnya negatif, ya memungkinkan. Beberapa kasus juga ada seperti ini,” paparnya.

Perihal tidak adanya tanda tangan penanggungjawab pada hasil swab test dari Moewardi, hal itu karena swab yang digelar DKK adalah swab program dengan peserta banyak, sehingga hasil swab diterbitkan secara kolektif dalam satu lembar, bukan per orang.

Karena itu program pemerintah dan yang membiayai pemerintah, maka hal itu sudah dinyatakan sah. Meski diterbitkan secara kolektif, hasil swab dari Moewardi tetap dia tandatangani selaku Kepala DKK.

”Sragen saja dalam sehari bisa 300 sampel swab test. Itu baru Sragen, belum daerah lain. Kalau suruh buat per orang dan ditandatangani satu persatu, belum tentu mau dokternya. Tapi kan nanti sampai sini tetap saya tandatangani. Kalau nggak benar, pertaruhan saya juga,” tegasnya seraya menambahkan, agar masyarakat mempercayai hasil swab test yang dilakukan pemerintah melalui DKK.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sragen Minarso ketika hendak dikonfirmasi inspirasiline.com, ponselnya tidak aktif. Ketika diambangi ke Kantor KPU, Minarso juga tidak berada di tempat.

“Bapak keluar, kami tidak tahu ke mana?” ujar salah seorang satpam Kantor KPU Sragen yang tidak mau disebut namanya.***

Bagikan ke:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *