Penulis: Daryono
REMBANG – inspirasiline.com
MAKAM Rupi’ah (30) di pemakaman umum Desa Pohlandak, Kecamatan Pancur, Rembang, Selasa (4/8) dibongkar oleh petugas forensik Polda Jateng bersama tim medis untuk dikakukan autopsi. Rupi’ah meninggal dunia 17 Juli 2020 lalu.
Autopsi dilakukan atas permintaan keluarga untuk memastikan penyebab kematian wanita cantik yang sehari-hari berjualan di warung kopi itu, apakah murni bunuh diri atau dibunuh. Dugaan sementara karena bunuh diri dengan cara gantung diri.
Namun pihak keluarga menganggap kematian korban ada kejanggalan, sehingga mengajukan pembongkaran makam kepada pihak kepolisian.
Adik kandung korban, Dyah Pratiwi menyatakan, tetangga sekitar sempat mendengar ada pertengkaran di dalam rumah Rupi’ah pada pagi menjelang kematian kakaknya. Karena pertengkaran semacam itu sering terjadi dengan suami siri, sehingga warga tidak begitu merespons, ketika pagi itu yang bersangkutan bertetiak-teriak.
Sekira pukul 07.00, Dyah tiba-tiba ditelepon oleh suami siri Rupi’ah, Edi yang mengabarkan bahwa kakaknya sudah tidak ada alias meninggal dunia. Spontan dia bersama ayahnya langsung ke rumah kakaknya. Begitu tiba, mereka mendapati posisi korban sudah dipangku Edi.
Dyah mengaku tidak percaya kakaknya bunuh diri tanpa sebab. Apalagi tanda-tanda lidah menjulur, mata terbelalak, dan keluar kotoran sebagaimana lazimnya orang gantung diri, tidak ditemukan.
“Waktu saya ditelepon, suami siri mbak saya ya histeris gitu, bilang mbak wis gak ono (meninggal dunia). Saya yakin mbak saya nggak bunuh diri, saya tahu persis kakak saya seperti apa,“ ujarnya lirih.
Kakak ipar korban, Ali Akhyar mengungkapkan, saat kejadian, dirinya tidak berada di Desa Pohlandak, karena tinggal di Cikarang, Jawa Barat. Almarhumah Rupi’ah sebelumnya sudah berencana main ke Cikarang. Tapi tahu-tahu Ali menerima kabar kematiannya.
“Malah sudah beli tas, beli sepatu mau main ke Cikarang. Apakah itu yang menjadi sebab pertengkaran dengan suami sirinya, saya nggak tahu. Tapi menurut saksi di dekat TKP, sebelum ditemukan meninggal dunia, ada pertengkaran, “ tuturnya.
Pasca-kejadian, keluarga sempat mengira jenazah sudah diautopsi, tapi ternyata hanya divisum luar oleh petugas medis. Saat itu keluarga masih bingung dan konsentrasi menjalani pemeriksaan di kantor polisi, sehingga tidak berpikiran sejauh itu.
Begitu jenazah tiba di rumah, langsung dimakamkan di pemakaman umum, sebelah utara rumah korban. Lantaran spekulasi bunuh diri atau dibunuh terus mencuat, pihak keluarga mengajukan autopsi, agar semua jelas.
Ali berharap, masalah penyebab kematian Rupi’ah dibongkar tuntas. Kalau tidak, justru akan menjadi ganjalan bagi keluarganya.
Ditanya soal biaya autopsi, Ali menyebut kalau hasilnya murni bunuh diri, biaya ditanggung keluarga. Namun jika mengarah menjadi korban penganiayaan, segala biaya akan ditanggung pihak kepolisian/
Kepala Desa Pohlandak Mundasir berharap, setelah pembongkaran makam, tidak muncul dugaan-dugaan maupun spekulasi, terkait meninggalnya Rupi’ah. Apa pun hasilnya, masyarakat harus menghormati hasil autopsi tersebut.
“Pemerintah desa membantu pembongkaran makam. Termasuk penyediaan air tempat pengecekan jenazah maupun terop kita siapkan semua. Apa yang diminta dari keluarga korban, kemudian saran-saran aparat kepolisian, kita bantu menyiapkan, “ beber Mundasir.
Sementara itu, Kasatreskrim Polres Rembang AKP Bambang Sugito menyatakan, berdasarkan pemeriksaan tim medis usai kejadian, kesimpulan sementara korban bunuh diri. Namun karena ada permintaan keluarga untuk autopsi, kepolisian memfasilitasi pembongkaran makam.
“Ada empat orang dari Bid Dokkes Polda dan tiga orang lainnya dari tim medis, jadi total tujuh orang yang terlibat autopsi. Soal kenapa kok nggak dulu-dulu diautopsi, kita mengacunya pada hasil pemeriksaan dokter waktu itu, cukup visum luar, “ terangnya.
Untuk mencegah agar warga tidak mendekat, polisi berjaga-jaga di sekitar lokasi berulangkali melarang warga yang ingin mengambil gambar proses autopsi dengan kamera ponsel. Ratusan warga terpaksa melihat dari kejauhan.***