Dua Paslon Bertarung, Politik Uang Berpotensi Warnai Pilkada Rembang

NEWS

Penulis: Yon Daryono
REMBANG | inspirasiline.com

PENGERUCUTAN kontestan di Pilkada Rembang 2020 menjadi hanya dua pasangan, yakni pasangan Hafidz-Hanies dan Harno-Bayu menyebabkan suhu politik di Rembang mulai memanas.

Kondisi itu berpotensi memicu polarisasi terbelah di masyarakat sangat besar. Berbeda jika paslon yang berlaga jumlahnya lebih dari dua pasangan.

Akademisi dari STIE YPPI Rembang, Dr Syaiko Rosyidi memprediksi, akan terjadi polarisasi di kalangan bawah (grass root) pada gelaran Pilkada kali ini. Apalagi masing-masing bakal calon yang akan bertarung memunyai latar belakang yang berbeda. Di satu sisi berlatar belakang kiai-santri, dengan militansi serta pengaruhnya di kalangan masyarakat. Di sisi yang lain sama-sama pengusaha dengan kekuatan finansial yang besar.

Syaiko sulit membayangkan dari kedua belah pihak tersebut, antara militansi dan kapital, mana yang lebih unggul. Kalau pun salah satu unggul, juga sangat tipis, sehingga kemungkinan untuk saling menggugat hasil perolehan suara sangat besar.

Dia berharap, para tokoh agama maupun tokoh masyarakat untuk ikut meredam keterbelahan masyarakat pasca Pilkada, agar suasana tetap kondusif.

“Jika margin perolehan suaranya kurang dari dua persen, maka potensi gugatan ke Bawaslu akan besar,” ungkapnya, Rabu (26/8).

Syaiko juga menyoroti potensi politik uang yang selalu terjadi pada setiap pemilihan di tingkatan mana pun, baik nasional hingga kabupaten. Pilkada Rembang 2020 berkemungkinan terulang kembali aksi politik uang.

Harapannya, pihak pengawas (Bawaslu) fokus dalam masalah politik uang, khususnya pada proses penindakan, karena selama ini tidak ada efek jera bagi pelaku politik uang, karena minim tindakan.

Peneliti dari Nusantara Research Afif Hartiyadi kepada media menyatakan, gesekan para pendukung di arus bawah jika benar-benar dua paslon yang akan maju, harus diantisipasi sejak dini. Menurutnya, simpatisan paslon kadangkala lebih ekstrem dalam bertindak dan mencari dukungan.

Ada sisi positif yang terjadi dalam pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah situasi pandemi Covid-19 ini, yaitu biaya operasional Pilkada yang lebih irit dari Pilkada saat waktu normal.

Karena ketika kondisi normal, pengerahan massa dan juga model kampanye akan menelan biaya yang sangat besar. Sedangkan dalam kondisi pandemi, pengerahan massa harus dihindari.

Walau demikian, mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Rembang ini menilai, aktivitas mengeluarkan biaya bagi paslon pasti akan terjadi, khususnya jelang pemungutan suara atau dalam istilah yang lebih populer disebut “serangan fajar”.

Oleh karena itu, pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus memetakan potensi penyebaran uang jelang pemungutan suara serta memaksimalkan tenaga, mulai dari Panwascam hingga pengawas desa, bahkan masyarakat harus diberi ruang untuk melaporkan dan menyampaikan aktivitas tersebut.

“Kalau serangan fajar saya kira pasti terjadi, tinggal pengawas ini bagaimana penindakannya. Apapun alasannya, selama ini yang lemah di Bawaslu adalah ranah eksekusi terhadap pelaku politik uang,” pungkas Afif.***

Bagikan ke:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *