Di Balik Sejarah “Geger Pecinan” Sunan Kuning

INSPIRASIANA

Penulis: Arwani
Editor: Dwi NR

Sunan Kuning meninggalkan keraton hingga ujung perjuangannya, karena dia tertangkap dan dibawa ke Semarang, lalu ke Batavia, sampai akhirnya diasingkan ke Sri Lanka. Petilasannya yang berada di Bukit Kalibanteng, Kota Semarang sempat “ternoda,” karena dijadikan lokalisasi pelacuran.

SRI Susuhunan Amangkurat V merupakan salah satu tokoh yang berperan penting atas peristiwa “Geger Pecinan” bersama Pangeran Sambernyawa.

Dalam peristiwa tersebut, Amangkurat V bersama Kapitan Sepanjang dan Pangeran Sambernyawa mengobarkan perlawanan sengit terhadap VOC di wilayah Mataram, dengan bantuan rakyat Tionghoa dan pribumi.

Para pemberontak, persekutuan pribumi dan tiongkok menobatkan RM Gerendi sebagai Sunan Kartasura bergelar Sunan Amangkurat V Senopati Ing Ngalogo Ngabdulrohman Sayyidin Panotogomo pada 6 April 1742 di Kadipaten Pati.

Ketika itu dia baru berusia 16 tahun dan dianggap sebagai rajanya orang Jawa dan Tiongkok.

Pengangkatan Amangkurat V sebagai simbol perlawanan rakyat atas pengkhianatan II yang bersekutu dengan VOC.

Perlawanan Sunan Kuning berlangsung terus-menerus. Markas VOC di Semarang digempur dan pada puncaknya berhasil menggempur Kartasura, yang mengakibatkan Pakubuwono II melarikan diri ke Ponorogo.

Bertahta di Kartasura
Pada 1 Juli 1742, Sunan Kuning bertahta di Kartasura menggantikan Pakubuwono II, bersamaan dengan pengangkatan beberapa panglima perang andalan.

Segera setelah itu, Sunan Kuning menerjunkan 1.200 prajurit gabungan pribumi dan Tionghoa, dipimpin R Mas Said dan Singseh menggempur pasukan VOC di Welahan, Jepara.

Namun sayang, serangan VOC dari berbagai sudut berhasil memukul mundur pasukan Sunan Kuning.

November 1742, keadaan semakin tidak berpihak kepada Sunan Kuning. Kartasura diserang dari tiga penjuru: Cakraningrat IV dari arah Bengawan Solo, Paku Buwono II dari Ngawi, Jawa Timur, dan pasukan VOC dari Ungaran dan Salatiga.

Yang mengakibatkan Sunan Kuning meninggalkan keraton hingga akhir perjuangannya, terjadi pada September 1743, karena Sunan Kuning tertangkap dan dibawa ke Semarang, lalu ke Batavia, hingga akhirnya diasingkan ke Sri Lanka.

Adapun petilasan Sunan Kuning berada di Kota Semarang bagian barat, di atas sebuah Bukit Kalibanteng. Namun sayang, sejak 1960-an, lokasi petilasan ini dijadikan lokalisasi pelacuran. Meski mulai 2019 lalu, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi secara resmi menutup lokalisasi atau resosialisasi ini.***

Bagikan ke:

4 thoughts on “Di Balik Sejarah “Geger Pecinan” Sunan Kuning

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *