Festival Benawi Sonten, Aktualisasi Tradisi Lisan Dan Kearifan Lokal Di Sragen

NEWS

Sragen-Inspirasiline.com. Tradisi Lisan dan Kearifan Lokal yang Berkembang di Seputaran Bengawan Solo Diaktualisasikan dalam Festival Benawi Sonten, Senin-Selasa (7-8/8/2023). Festival ini berupa Kirab Budaya dan Tarian yang Di Gelar di Dukuh Butuh, Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen.

Festival Benawi Sonten Di Mulai Senin Kemarin dengan Prosesi Kidung Agung Ki Ageng Butuh dan Bedhaya Balontang Kasmaran Ki Ageng Butuh. Selain itu, ada Parade Beduk dan Hadrah, Rekontruksi Kuliner Kuno Ketan Punar, dan Fashion Show Batik Usaha Kecil Menengah (UKM) Butuh.

Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati Nabuh Kentongan sebagai tanda dimulai Kirab

Hari ini Selasa (8/8/2023)  Kirab Gunungan Ki Ageng Butuh, Sawur Warni Si Tom-tom, dan kegiatan lainnya Di Buka Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati.

Subkoordinator Cagar Budaya dan Koleksi Museum Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Sragen, Andjarwati Sri Sayekti, Menjelaskan Kidung Agung Ki Ageng Butuh Merupakan Prosesi bagaimana Ki Ageng Butuh menjadi Ulama dan Melepaskan Keningratannya.  Kemudian Membaur Bersama Masyarakat Untuk Mensyiarkan Islam di Butuh.

Reog Ponorogo mengikuti Kirab

Kedatangan Ki Ageng Butuh ini disambut Mbah Gedong yang Kemudian Belajar Ilmu Keagamaan Setelah Melepas Kepangkatannya. “Selama di Butuh, Ki Ageng Butuh juga Membuat Motif Batik yang dikenal dengan Batik Balontang Kasmaran. Dalam Festival ini juga disajikan bagaimana Merekonstruksi Ulang Motif-Motif Batik tersebut,” Ungkapnya Saat Ditemui Wartawan di Butuh.

Andjarwati Sri Sayekti Menambahkan, Kirab Gunungan Diikuti 18 Rukun Tetangga (RT). Ada pula Satu Gunungan dari Keraton Solo. Semua Gunungan itu Diarak Dari Jembatan Gantung sampai Ke Lapangan dan Didoakan. Setelahnya Gunungan itu Menjadi Rebutan Warga.

“Setelah kirab Gunungan ada Sawur Warni Si Tom-tom. Si Tom-Tom ini sebutan untuk Pewarna Indigovera, Yakni Pewarna Alami Batik Balontang Kasmaran. Sawur warni itu Menjadi Simbol Penyatuan Ki Ageng Butuh dengan Masyarakat dalam sebuat Kegotong-Royongan yang Disimbolkan dengan Warga Nila, Merah, dan Kecokelatan,” Ungkapnya.

Dalam Perjalanannya Ki Ageng Butuh juga Melarung Jubahnya Untuk Meneruskan Ke Ilmuan di Bengawan Solo. Jubah itu nanti diterima Ki Tambakyudo yang ada di Tambak Sribit untuk Melanjutkan Syiar Agama Islam. Setelah itu Muncul Generasi Berikutnya yang melanjutkan Syiar Islam, yakni Ki Girinoto.

“Prosesi datangnya Ki Girinoto dengan Menggunakan Getek dan Sendra Tari. Semacam Drama Turgi. Ini bergantung pada Tradisi Lisan yang ada kemudian Diaktualisasikan dalam Bentuk Drama. Kegiatan di Tambak itu nanti berakhir dengan Acara Uber Ulam,” Jelasnya.(Sugimin/17)

Bagikan ke:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *