Selama Tujuh Bulan, Ki Joko Senden Kehilangan 40 Job Pementasan

ENTERTAINMENT

Penulis: Sugimin
SRAGEN | inspirasiline.com

MASA pandemi menjadi mimpi buruk bagi sejumlah pelaku usaha. Tak terkecuali para pelaku seni alias seniman di Bumi Sukowati.

Ketiadaan izin keramaian dan hiburan di hajatan selama pandemi, membuat para seniman praktis kehilangan penghasilan. Puluhan job yang sudah didapat, terpaksa dibatalkan karena empunya hajat mendadak mengurungkan lantaran tak mengantongi izin dari pihak berwenang.

Ki Joko Senden adalah salah satu seniman yang merasakan dampak pahit penghentian izin itu. Dalang asal Dukuh Senden, Desa Klandungan, Kecamatan Ngrampal yang sedang naik daun ini terpaksa harus pasrah kehilangan 40 job sepanjang 7 bulan terakhir.

“Saya sejak April sampai Oktober ini, alhamdulillah job yang batal sudah 40 kali. Itu terjadi karena hajatan belum dapat izin hiburan. Harapan kami, Pemerintah Daerah (Pemda) dan aparat penegak hukum (Polisi) bisa memberi toleransi,” keluh Joko Senden kepada inspirasiline.com, Minggu (18/10/2020) sore.

Tak tanggung-tanggung, dari 40 kali job yang batal, Joko menyebut pendapatan di depan mata yang akhirnya melayang cukuplah lumayan.

Dengan bayaran rata-rata antara Rp 3,5-Rp 5 juta per pentas, pendapatan yang melayang dari 40 kali job batal itu diperkirakan mencapai Rp 200 juta.

“Ya sekitar segitu, Pak. Bisa dibayangkan bagaimana sedihnya kami,” ujar Ki Joko Senden dengan ekspresi sedih.

Jasa Hajatan
Tak hanya seniman, pelaku usaha jasa hajatan seperti video shooting juga merasakan hal sama. Dimas, pemilik video shooting, juga beberapa kali harus gigit jari karena jadi korban job yang mendadak dibatalkan lantaran pemilik hajatan tak dapat izin keramaian dari kepolisian. Termasuk ketika dirinya ngejob di wilayah Poleng, Gesi, beberapa hari lalu. Dia batal bayaran, karena hajatan dibubarkan Tim Satgas Covid-19.

Karena hajatan diminta berhenti dan tamu bubar, Dimas yang disewa untuk mendokumentasikan acara, juga batal bekerja. Bayaran Rp 1,2 juta yang harusnya dia terima, melayang karena dia batal menjalankan kewajiban.

“Saya juga ikut sakit, Pak. Harusnya dapat bayaran, akhirnya batal. Sudah tujuh bulan kami nggak kerja. Apa ya tega, belum jadi kerja, mau minta bayaran. Pemilik campursari pun pasti juga nggak dibayar, karena belum sempat manggung sudah dibubarkan,” beber Dimas.

Ki Joko Senden sangat berharap ada solusi terkait izin hiburan dan hajatan. Dia membandingkan di beberapa daerah terdekat, seperti di Karanganyar dan Ngawi yang sudah ada kelonggaran izin hiburan hajatan.

Kemudian di Indramayu, acara dangdutan siang malam sudah diperbolehkan untuk zona-zona tertentu selain zona merah.

Solusi
Anggota Komisi IV DPRD Sragen, Fathurrrohman berharap, semoga keluhan para seniman diperhatikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan pihak berwenang untuk membuka wacana mencarikan solusi bagi izin hiburan hajatan.

“Apapun, tujuh bulan tanpa penghasilan pentas itu jadi kegelisahan dan kendala tersendiri bagi teman-teman pelaku seni. Tidak hanya yang ada di sini, seniman yang di luar daerah juga sama,” katanya.

Karenanya, Fathurrrohman akan melakukan pendekatan ke pemerintah dan pihak berwenang. Sebab, tradisi Sragen diakui tak bisa lepas dari budaya yang cukup tinggi.

“Harus ada solusi. Kalau dibolehkan ada tanggapan, harus seperti apa? Jangan terlalu dipersulitlah. Misalnya untuk bisa jalan harus menaati protokol kesehatan yang seperti apa? Saya kira perlu disimulasikan bersama antara pelaku seni dengan pengambil kebijakan,” papar politisi PKB Sragen.***

Bagikan ke:

2 thoughts on “Selama Tujuh Bulan, Ki Joko Senden Kehilangan 40 Job Pementasan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *