Oleh: Agus Ilmi
SUDAH hampir menginjak delapan bulan beradaptasi dengan program pembelajaran jarak jauh (PJJ), sejak pembelajaran tatap muka ditiadakan untuk sementara waktu hingga situasi dan kondisi normal seperti tahun-tahun sebelumnya.
Masih banyak daerah dengan nilai angka penyebaran Covid-19 yang kecil, sehingga masih menjadi zona hijau sampai saat ini. Banyak yang sudah mengeluh kapan pembelajaran tarap muka akan dimulai dan kapan PJJ yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makariem ini berakhir.
PJJ merupakan program pembelajaran yang saat ini dilakukan oleh civitas pendidikan di seluruh penjuru Indonesia ini. Tentu saja banyak kendala dalam pelaksanaan tersebut, karena tidak mudah bagi guru, khususnya, menyampaikan materi kepada siswanya melalui aplikasi dalam jaringan seperti Whatsapp, Google Classroom, Zoom Class Meeting, dan masih banyak lagi.
Kendala juga sangat dirasakan oleh mayoritas siswa yang berasal dari keluarga dengan perekonomian pas-pasan, siswa yang jauh dari kata “mudah sinyal”, bahkan siswa yang orang tuanya mampu dan memadai namun tak dapat memanfaatkan fasilitas dengan baik dan benar.
Menjamur
Jika tak dicari jalan keluar dari permasalahan tersebut, maka bukannya teratasi malah justru sebaliknya, kendala tersebut akan menjamur di seluruh lapisan negeri ini.
Keluhan demi keluhan mencuit dari sebagian wali murid, yang juga merasakan kesulitan dalam program PJJ. Mulai dari ketidakmampuan dalam membeli ponsel pintar, banyaknya pengeluaran untuk membeli paket data untuk kelangsungan belajar anak-anak mereka, dan kendala lain yang memungkinkan mereka untuk sulit mendapatkan pengajaran dari guru yang bersangkutan. Bahkan tak sedikit dari mereka yang mengajukan agar pihak sekolah memberikan bantuan berupa paket data untuk belajar siswa.
Pembagian bantuan yang diajukan memang sempat diturunkan oleh pemerintah, namun persentase pemerataan dalam realitanya masih rendah.
Ada daerah yang mendapatkan fasilitas kuota internet gratis namun sinyal tak sampai di daerah tersebut. Ada pula daerah yang sudah memadai dalam hal sinyal, namun tak mendapat bantuan sama sekali dari pemerintah.
Tentu saja hal itu menimbulkan kecemburuan sosial pendidikan dalam masyarakat.
Selain itu, bantuan kuota internet gratis hanya berbatas 2 bulan sejak kuota resmi diaktifkan. Padahal jika dirasakan yang sebenarnya, dampak social distancing akibat virus Corona ini menjadi dilemma, bahkan hampir satu tahun.
Keresahan tersebut muncul satu per satu di media sosial dari wali murid, siswa, bahkan guru pun merasakan kesulitan yang sama.
Dari ulasan singkat di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa PJJ memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap pendidikan di Indonesia. Adapun dampak tersebut dapat berupa dampak negatif dan dampak positif.
Dampak Negatif
- Membengkaknya biaya pengeluaran untuk membeli ponsel dan paket data.
- Ada beberapa peserta didik yang masih menggunakan smartphone milik kakak atau orang tuanya, sehingga tidak bisa melakukan pembelajaran secara efektif seperti saat pembelajaran tatap muka.
- Ketika peserta didik kurang pantauan dari orang dewasa, ditakutkan mereka akan membuka konten negatif yang tidak sepantasnya ditonton oleh mereka, mengingat usia mereka masih sangat belia.
- Tingkat pemahaman yang sangat minim bagi peserta didik, yang ketika pembelajaran tatap muka masih harus dibimbing secara intensif.
- Menimbulkan kecemburuan sosial antara masyararakat yang dapat beradaptasi dengan lingkungan IT, dengan masyarakat yang masih buta akan IT.
Dampak Positif
- Mampu meningkatkan kemandirian belajar siswa. Dengan PJJ, peserta didik dapat mengulangi kembali penjelasan dari guru dan dapat pantauan langsung dari orang tua.
- Orang tua peserta didik jadi lebih mudah mengobservasi dan memantau secara langsung proses belajar anaknya.
- Wali murid peserta didik jadi lebih tahu lebih dalam anaknya sendiri, bagaimana karakter anaknya ketika belajar.
- Mengasah kemampuan IT lapisan masyarakat untuk dipergunakan dengan bijak, contohnya dalam bidang pendidikan.
Pembelajaran jarak jauh (PJJ) sampai saat ini masih menuai kendala yang cukup banyak, antara lain sebagai berikut:
- Tidak bisa memaksimalkan penggunaan metode daring, karena keterbatasan yang dimiliki, seperti ponsel, sinyal, kuota internet, dan lain-lain.
- Kurang maksimal dalam penyampaian materi, karena keterbatasan waktu untuk home visit.
- Kurangnya pemahaman dalam menggunakan aplikasi-aplikasi pendukung untuk penyampaian materi dalam daring.
- Pencapaian materi tidak mencapai target, yaitu tidak sesuai dengan peta pembelajaran yang telah dirancang pada kurikulum darurat masa pandemi.***