Penulis: Sugimin
SRAGEN | inspirasiline.com
PEMERINTAH Kabupaten (Pemkab) Sragen mencari lokasi untuk isolasi mandiri pasien positif Covid-19.
Pasalnya, lokasi Gedung Technopark yang selama ini digunakan untuk isolasi terpusat pasien tanpa gejala sudah di ambang batas.
Lonjakan kasus Covid-19 dalam beberapa hari terakhir menjadi pemicu kapasitas di Technopark terus berkurang.
Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati menyampaikan, saat ini kondisi di Technopark terisi 250 pasien. Padahal kapasitas maksimalnya 300.
Dengan sisa 50 bed, hal itu teramat riskan jika melihat tren perkembangan penambahan kasus positif beberapa waktu terakhir. Karenanya, selain menambah kapasitas bed, pembuatan lokasi baru dipandang penting untuk memastikan isolasi mandiri terpusat masih bisa dilakukan.
“Di Technopark kami usahakan nanti tambahan 60 bed, sehingga nanti totalnya menjadi 360 bed,” ungkap Bupati Kusdinar Untung Yuni Sukowati saat ditemui di sela-sela meninjau Technopark, Kamis (17/6/2021).
Selain penambahan di Technopark, pihaknya tengah menyiapkan lokasi isolasi baru. Dari wacana, lokasi baru itu diupayakan berlokasi di wilayah utara Bengawan Solo.
Hari ini, pihaknya juga menyempatkan waktu mengecek kesiapan beberapa tempat, yang nantinya akan dipilih sebagai lokasi tambahan untuk isolasi pasien.
Dari pantauannya, ada beberapa pilihan dan besok baru akan diputuskan. Lokasi itu di antaranya ada beberapa gedung SD yang saat ini tidak terpakai, karena di-regrouping.
Bupati Kusdinar Untung Yuni Sukowati menarget, lokasi isolasi baru ini akan mampu menampung hingga 100 pasien Covid-19.
“Untuk masyarakat yang ada di wilayah utara Bengawan Solo, agar bisa juga kami layani, kemudian kami isolasi juga. Kami harapkan 100 kapasitas isolasi tambahan. Besok kami pastikan yang ready lebih cepat dan dekat dengan rumah sakit,” jelas Yuni, sapaan akrab Bupati Sragen.
Yuni memang mewajibkan warganya yang terpapar Covid-19 untuk menjalani isolasi terpusat alih-alih isolasi mandiri di rumah masing-masing. Menurutnya, isolasi mandiri (isoman) lebih menyulitkan dalam hal pengawasan.
“Isoman di rumah itu belum bisa optimal, karena pengawasannya pun tidak melekat 24 jam, sSehingga masih ada beberapa yang lolos,” ujar Yuni. “Dan kalau di rumah tidak ada terapi yang diberikan. Kalau terpusat begini, bisa kami berikan terapi, vitamin, makanan juga terjamin, buah tercukupi. Kalau di rumah kan kami tidak bisa cek,” imbuhnya.***