Asa Mengapung Petani Tembakau Temanggung  

INSPIRASIANA
Penulis: Mutabingun
Editor: Dwi NR

Terjangan pandemi Covid-19, juga harga yang tak kunjung melambung, merupakan deraan kepedihan yang menjadikan asa kalangan petani tembakau Temanggung kian terkatung-katung. Terhenti, sebatas mengapung.

PENJEMURAN tembakau rajangan.

MUSIM panen tembakau di Kabupaten Temanggung hampir usai. Kegiatan mbakon ini menjadi satu-satunya harapan warga Temanggung yang setiap tahun selalu dinanti.

Pasalnya, selain petani, pesta panen tembakau ini juga sering dinikmati oleh sejumlah kalangan yang terlibat di sektor industri rokok dan beberapa pendukung lainnya. Mulai dari tenaga perajang, pengrajin keranjang, hingga pedagang.

Sayangnya, panen tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Adanya pembatasan terhadap pembelian bahan baku tembakau dari pabrik rokok, sebagai dampak pandemi Covid-19, berimbas pada penurunan harga. Inilah yang sampai sekarang membuat petani belum bisa bernapas lega.

Tak hanya itu, kondisi cuaca yang tidak menentu juga menjadi salah satu pemicu. Wajar jika panen musim ini bikin banyak petani sambat, hingga berderet keluhan pun akhirnya mencuat.

Kepada inspirasiline.com, Faturohman (31), seorang petani tembakau menyampaikan semua unek-unek-nya terkait panen tembakau musim ini.

TANAMAN tembakau petani di lereng Gunung Sumbing.

Harga Turun
Pertama, soal harga. Menurutnya, di tahun ini, harga tembakau grade A hanya mencapai Rp 60.000/kg, grade B 50.000/kg, dan grade C hanya Rp 40.000/kg saja. Meski tembakau dengan kualitas bagus pun harganya tetap turun.

“Selisihnya sangat jauh dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yang mencapai Rp 200-Rp 300 ribu per kilogramnya,” ungkapnya, Sabtu (12/9/2020).

Terkait hal itu, Faturohman berharap kepada pemerintah supaya ada perlindungan serta standardisasi harga tembakau yang pantas, sesuai dengan kualitas. “Setidaknya petani tidak rugi,” cetusnya.

Kedua, masalah kualitas. Menurutnya, jika kalangan pabrik rokok menginginkan kualitas tembakau yang bagus, maka harus ada penjagaan ketat pada mobil-mobil pengirim tembakau yang akan masuk ke pabrik. “Jangan sampai disusupi dengan tembakau yang berasal dari pedagang-pedagang atau petani luar Temanggung,” ujarnya.

Ketiga, berkaitan dengan cukai. Sampai sejauh ini, para petani masih banyak yang belum paham dengan cukai. Mereka berharap, pemerintah memberikan sosialisasi dan penjelasan seputar cukai dan memberikan jaminan keseimbangan antara biaya cukai dan harga tembakau. “Jujur, selama ini para petani tembakau di Temanggung belum merasakan manfaat dari cukai itu sendiri,” bebernya.

Keempat, impor tembakau harus dibatasi. Alasannya, selain tembakau dari Temanggung dan sejumlah daerah penghasil tembakau lain di Jawa Tengah, sebenarnya Indonesia masih punya tembakau dari Jawa Timur, Jawa Barat, Papua, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan tembakau-tembakau lainnya yang bukan dari luar negeri.

“Dengan pembatasan impor itu, harapannya, tembakau-tembakau yang dari luar Temanggung dan sekitarnya juga akan memunyai harga yang setara,” paparnya.

FATUROHMAN, petani Temanggung sedang mencium aroma tembakau rajangan, untuk menentukan kualitasnya.

Kios Tembakau
Tak hanya kian bervarisasi, upaya untuk mempertahankan harga jual tembakau di kalangan petani juga terus diinisiasi. Ada yang menjual eceran kepada para pedagang, ada pula yang langsung menjualnya kepada konsumen.

Bahkan, khusus di Temanggung sudah terdapat beberapa kios yang menjual tembakau dari berbagai daerah penghasil tembakau di sekitar lereng Gunung Sindoro dan Sumbing.

Keberadaan kios-kios itu gantungan harapan bagi petani, setidaknya bisa menjadi solusi di saat pemasokan bahan baku tembakau di pabrik sedang dibatasi.

Diharapkan, keberadaan kios-kios itu nantinya akan bisa mengangkat hasil yang menjadi komoditas unggulan para petani. Untuk itu, pemerintah dipandang perlu memberikan dukungan kepada para pelaku usaha kios tembakau ini, sebagai upaya agar para petani tembakau di Temanggung tidak selalu didera penurunan harga.

Karena kekhasannya, tembakau Temanggung belakangan mulai dilirik oleh beberapa negara tetangga, seperti Jepang dan Korea. “Harapan kami, Temanggung ke depan benar-benar bisa menjadi Kota Tembakau yang berpotensi wisata, sesuai dengan slogannya,” tandas Faturohman.***

TULISAN “Temanggung Bersenyum” di Alun-alun “Kota Tembakau” ini.
Bagikan ke:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *