Penulis: Ipda Subkhan SH MH
Editor: Dwi NR
Pemahaman agama yang sempit dan hanya berdasar tekstual akan cenderung menghakimi dan bersifat intoleransi.
BADAN Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) bekerja sama dengan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muria Kudus (Prodi MIH UMK) menggelar Seminar Nasional bertema “Penanaman Nilai-Nilai Pancasila dalam Mencegah Sikap Intoleran dan Paham Radikalisme pada Generasi Milenial” di Ruang Seminar Gedung J komplek Kampus UMK, Rabu (16/9/2020). Acara dibuka Wakil Ketua BPIP Prof Dr Hariyono.
Kaprodi MIH UMK sekaligus Ketua Panitia Penyelenggara Dr Hidayatullah mengatakan, kegiatan ini secara fisik hanya diikuti sekitar 60 orang terdiri atas tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh ormas, FKUB, mahasiswa S1 maupun S2 Fakultas Hukum UMK dan secara daring diikuti oleh guru pengampu Pendidikan Pancasila di wilayah Eks-Karesidenan Pati.
Narasumber Ipda Subkhan SH MH, penulis buku Menutup Celah Penyebaran Ideologi Teroris (Mencepit) yang sehari-hari menjabat sebagai Kepala Unit Keamanan Khusus Satintelkam Polres Kudus menyampaikan materi berjudul “Penanganan Penyebaran Paham Radikal dengan Metode Non-Penal di Kabupaten Kudus”.
“Berdasar teori hukum pidana, disebutkan bahwa dalam tindak pidana terdapat unsur subjektif, yaitu unsur yang melekat pada manusianya dan unsur objektif, yaitu unsur yang melekat pada perbuatannya. Terkait tindak pidana terorisme, maka ideologi radikal teroris itu adalah sebabnya, dan aksi terorisme itu adalah akibatnya,” paparnya.
Selama ini, menurut Subkhan dalam penanganan tindak pidana terorisme, regulasi yang ada cenderung fokus pada penindakan dan terkesan mengabaikan penyebabnya. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan hukum yang diambil dalam bentuk regulasi, yaitu UU No 3 Tahun 2003 yang kemudian direvisi menjadi UU No 5 Tahun 2018 dan PP No 77 Tahun 2019, serta SKB 11 Menteri yang seluruhnya adalah kata kerja.
Beberapa Tahap
Untuk sampai pada tahap sebagai pelaku terorisme, maka seseorang akan mengalami beberapa tahap, di antaranya terpapar, yang ditandai dengan membenarkan propaganda paham radikal. Kemudian berubah menjadi simpatisan, yang ditandai dengan selalu mengikuti kegiatan-kegiatan komunitas radikal. Selanjutnya berubah menjadi radikal, karena sudah menerima doktrin-doktrin.
“Ketika sudah berpaham radikal, maka pikiran dan sikap perilakunya akan menjadi fanatik, intoleran, eksklusif, dan revolusioner. Dan ketika sudah berani melakukan aksi nyata, maka itulah yang disebut teror, sehingga untuk menanggulangi tindak pidana terorisme, tidak boleh hanya fokus pada satu titik, yaitu perbuatannya saja,” jelasnya.
Mempertimbangkan hal tersebut, Ipda Subkhan menambahkan, maka penanggulangan tindak pidana terorisme bukan hanya milik aparat keamanan saja, namun semua lapisan masyarakat, khususnya tokoh agama, mengingat pelaku terorisme berlindung menggunakan ajaran agama yang dipahami secara sepotong-sepotong dan dipahami secara tekstual.
Merusak Bumi
Penanggulangan tindak pidana terorisme bukanlah perang terhadap agama, melainkan perang terhadap kejahatan yang merusak bumi.
“Masyarakat yang membantu aparat negara juga bukan sedang memerangi agama, tapi sedang membantu mewujudkan ketenteraman bumi sebagaimana ajaran agama yang rahmatan lilalamin. Peran masyarakat dalam pencegahan tindak pidana terorisme memiliki aspek penting bila dilihat dari sisi kemanusiaan, karena sama halnya dengan mencegah jatuhnya korban akibat aksi teror,” terangnya.
Prof Muslim Abdul Kadir, tokoh agama dan tokoh masyarakat yang turut hadir mengungkapkan, saat ini di Kabupaten Kudus sudah tidak dalam kapasitas menanamkan nilai-nilai Pancasila, karena di Kabupaten Kudus sudah mengamalkan nilai-nilai tersebut sejak dulu. “Indikatornya adalah budaya toleransi yang diwariskan oleh Sunan Kudus dan adanya beberapa kearifan lokal yang dijunjung tinggi masyarakat,” ujarnya.
Hadir sejumlah pejabat BPIP, di antaranya Kepala Biro Hukum Surahno, Direktur Sosialisasi M Akbar Hadi Prabowo, dan Plt Deputi Bidang Hukum Advokasi dan Pengawasan Regulasi Ani Purwanti, secara bergantian turut menyampaikan materi tugas pokok dan beberapa dinamika permasalahan terkait BPIP, termasuk RUU HIP, yang sejatinya tidak ada sangkut-pautnya dengan BPIP. Sebab, yang jadi permasalahan bukan ideologinya, namun bentuk badan BPIP itu sendiri, yang sampai saat ini hanya ada di tingkat pusat.
Ketua Penanganan Radikalisme dan Intoleransi Undip M Adnan, dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa pemahaman agama yang sempit dan hanya berdasar tekstual akan cenderung menghakimi dan bersifat intoleransi.
“Selain itu, pembenaran atas perilaku menyimpang dengan dibalut ajaran agama, pada prinsipnya justru merusak agama itu sendiri,” tandasnya, di kegiatan seminar yang diakhiri dengan tanya-jawab interaktif ini.***
amoxicillin 500 mg tablet: amoxicillin – amoxicillin script
amoxicillin 200 mg tablet
https://azithromycinca.com/# doxycycline tablet
how can i get doxycycline over the counter