Oleh Dwi NR
URUSAN perekonomian atau keuangan rumah tangga, bagi Usman jelas sangat dikatagorikan sebagai “rahasia perusahaan.” Tak boleh ada orang lain di luar keluarganya mengendus tentang nilai kekayaannya. Tak terkecuali dua sahabat kental manisnya, Kang Kucrit dan Lek No.
Tapi, sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya pernah jatuh juga. Ya, serapat-rapat orang menyimpan rahasia, ujung-ujungnya terbongkar juga.
Boleh jadi keterbongkaran itu bukan karena sistem pelindung Usman yang lemah. Sebab, pria paruh baya yang tetap ganteng dan keren ini dikenal punya sistem penutup rahasia super rapat dan rapi. Aksi tutup mulut end-to-end ala enkripsi aplikasi WhatsApp.
Satu hari, Usman dapat “undangan” dari balai desa untuk pengambilan Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi warga terdampak pandemi Covid-19.
Karena tak merasa mendaftar, dia “bingung-bingung senang” mendapat kabar ini. Tanya dan cerita sana-sini, akhirnya sampai ke telinga Lek No dan Kang Kucrit.
“Wah, lumayan ya, Lek Us. Iso gawe nyambung ngliwet lan udut,” ujar Kang Kucrit, yang disepakati Lek No.
“Iyo. Alhamdulillah. Iki jenenge rezeki nomplok,” balas Usman singkat, dengan ekspresi bungah.
Beberapa pekan kemudian, SMS dari BRI juga masuk ke ponselnya. Isinya, Usman diminta membuka rekening bank tersebut, untuk menerima pencairan dana program Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM).
Lagi-lagi, Usman bingung campur senang. Apalagi, angka yang tercantum di BPUM lebih dari sekadar lumayan. Rp 2,4 juta rupiah.
Kabar ini pun langsung tersebar. Termasuk ke telinga dua teman setia di pos kamling kampung, Lek No dan Kang Kucrit.
“Nasibmu jan mulyo temen, Lek Us,” cetus Lek No tanpa basa-basi. “Lha aku kok malah ora entuk?”
“Aku yo iyo, podo. Ora tau entuk bantuan-bantuan ngono kui. Yen Lek Us, jaaaan… Duit BLT entek, langsung disambung bantuan BPUM sing luwih gamol. Kui jenenge pemerintah ora adil. Ora obyektif,” timpal Kang Kucrit, setengah protes.
Usman mati gaya. Tapi, ibarat dalang, dia tak kekurangan lakon. “Mbok ojo podo ngiri… Mending nganan wae. Iki wis dadi takdirku. Iki sing jenenge reseki anak soleh, hahaha…” sahut Usman sekenanya. Sambil tertawa.
Lek No dan Kang Kucrit sedikit bersungut. Kecut.
Usman terdiam. Diam-diam dia “malu”, karena “rahasia perusahaan” itu telah terbongkar secara massal. Terdaftar sebagai penerima BLT dan BPUM, artinya kondisi keuangangan rumah tangganya terhitung tidak kuat menghadapi terjangan imbas pandemi Covid-19. Penghasilan dari profesinya sebagai driver tronton angkutan alat berat milik Bos Mansur, tak cukup tangguh menamengi krisis ekonomi internal keluarganya.
Usman masih terdiam. Dia hanya bisa menyodorkan rokok kretek legendaris kesukaannya ke arah Lek No dan Kang Kucrit, sebagai bahasa berbagi kasih sayang. Meski kecewa atas nasibnya yang tak seberuntung Usman, dua sahabatnya itu tak menolak untuk ikut menyulut rokok sodoran Usman.
Kehidupan pos kamling hampir sempurna, kecuali kurang kehadiran kopi hitam manis favorit mereka bertiga. TV menyala, menyiarkan berita tentang unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja, yang banyak tergelar di mana-mana.
Beberapa kali isapan dan embusan rokok, ternyata berhasil me-refresh isi kepala Usman. Mulutnya pun bisa kembali terbuka untuk menebarkan kata-kata motivatif dan menyejukkan.
“Lek No, Kang Kucrit… kabeh kudu disyukuri. Bukannya pemerintah ora adil opo ora obyektif. Tapi, ning kondisi pandemi ngene iki, sing penting dewe kudu sregep lan aktif ubet. Ngobyek sak ngobyek-ngobyeke, sing penting ngasilke lan halal. Ojo isin, ojo kakean ngangkluh. Ojo melu-melu demo. Opo maneh bab UU Cipta Kerja, sing awake dewe yo ora ngerti babar blas… Wis ngono ae, mengko kan mesti bakal ngunduh. Gusti Allah ora sare…”
Omongan Usman meluncur lancar. Deras dan bernas.
“Berarti kuncine yo ngobyektif kuwi. Ngobyek tur sing aktif,” celetuk Kang Kucrit.
“Jempol!” Lek No menyepakati.
Usman tersenyum, sembari ikut mengacungkan ibu jarinya.***
world pharmacy india https://indiaph24.store/# reputable indian pharmacies
online pharmacy india