Pakai APD Lengkap, Kader BKB Posyandu Melati Dikira Pocong

INSPIRASIANA

Penulis: Sugimin | Editor: Dwi NR
SRAGEN | inspirasiline.com

Masa pandemi Covid-19 menjadi tantangan tersendiri bagi Puri Indrayani (37) bersama empat kader Bina Keluarga Balita (BKB) Posyandu Melati di Dukuh Kaliwurung, Desa Toyogo, Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen.  Saat bertugas di Posyandu, mereka harus rela dikira hantu pocong oleh para bocah.

SEJAK April hingga kini, mereka harus menerapkan protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) saat melaksanakan Posyandu, untuk mencegah peluran Covid-19.

Bersama rekan-rekannya, Puri kewalahan menyadarkan warga supaya jaga jarak.

Melakukan pelayanan Posyandu dengan atribut alat pelindung diri (APD) lengkap yang dikira pocong ini merupakan salah satu kegiatan Program Jogo Tonggo yang digulirkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, beberapa bulan lalu.

“Penginnya mereka cepat dilayani dan pulang, sehingga saling berkerumun. Akhirnya, dilakukan pelayanan di dalam rumah dan dipanggil satu per satu. Kalau tidak ketat dalam protokol kesehatan, kami juga ditegur petugas Puskesmas,” ujar Puri Indrayani saat berbincang dengan inspirasiline.com di Posyandu Melati, belum lama ini.

Bikin Anak Menangis
Puri Indrayani dan rekan-rekannya sebenarnya agak keberatan bila harus memakai APD lengkap saat pelayanan sejak Juli. Mereka tak sekadar merasa kepanasan, tapi juga sumpek dan gerah saat memakai hazmat serba putih.

“Saat memakai hazmat serba putih itu justru membuat anak-anak yang hendak ditimbang menangis karena takut. Kami dikira pocong,” tuturnya.

Ada lima orang BKB yang semua wajib pakai hazmat. “Sampai baju yang kami kenakan basah, bahkan tangan menjadi berkerut dan bewarna putih pucat, karena kelamaan pakai sarung tangan,” ujar Puri yang diamini kader lainnya.

Posyandu Melati yang dijalankan petugas dengan kostum laksana pocong itu melayani 55 bayi di bawah lima tahun (balita) di lingkungan tiga dukuh, yakni Dukuh Kaliwurung (3 RT), Dukuh Ngantirejo (1 RT), dan Dukuh Jaten (3 RT). Selain pelayanan balita, Posyandu terbesar di Toyogo itu juga melayani para lanjut usia (lansia), karena ada lima orang kader Bina Keluarga Lansia (BKL).

baca juga:  Dilengkapi Wifi, Pangkas Rambut Joni Digoyang Pandemi

“Untuk sementara pelayanan Posyandu lansia ditiadakan, karena berisiko di saat wabah Covid-19. Posyandu lansia tutup sejak April lalu, tapi untuk program makanan tambahan masih diberikan dari rumah ke rumah. Di sini ada 25 orang lansia yang dilayani,” ujar kader Posyandu lainnya, Suwarni (41).

Bekerja Sukarela
Pelayanan Posyandu balita dibuka hanya selama 1,5 jam, karena pandemi. Biasanya pelayanan itu dilakukan sampai tiga jam, mulai dari pendaftaran, penimbangan, pencatatan, pemberian makanan tambahan, dan penyuluhan.

Mereka bekerja secara sukarela dan berharap rida Allah.

Sebenarnya ada perhatian dari Pemerintah Kabupaten Sragen, berupa insentif, tapi nilainya hanya Rp 20.000/bulan dan cairnya dirapel setiap tiga bulan sekali.

“Apa pun yang terjadi, kami tetap siap siaga dan semangat. APD itu sebenarnya untuk menjaga diri kami juga dari penularan Covid-19,” ujar Triana (33), kader Posyandu lain.***

Bagikan ke:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *