Penulis: Arwani
Editor: Dwi NR
Duwung atau keris (curiga) dalam budaya Jawa bisa multifungsi. Sebagai perlambang atau simbol dari cita, pangajab atau harapan, keinginan, sangu pangestu, doa, bahkan palilah Dalem (izin Raja).
PADA zamannya, setidaknya ada tiga keris yang wajib bagi pria Jawa. History of Java-nya Raffles menggambarkan ada tiga bilah keris yang masing-masing dikenakan di kanan-kiri pinggang, dan satunya lagi di belakang. Keris tersebut terdiri atas satu keris milik pribadi, satu keris warisan leluhur, dan satu keris yang diberikan oleh ayah mertua saat pernikahannya.
Keris pribadi atau milik sendiri ini bisa jadi sebuah keris yang melambangkan cita-cita si pemilik untuk mendukung profesinya. Misal keris Dhapur Kebo untuk tetanen (bertani), Jalak agar fokus dalam pekerjaan, Pamor Udan Emas untuk berdagang, maupun Singkir untuk menghalau penghalang, yang bisa jadi pilohan awal sebelum berganti ke jenis keris lain yang sesuai dengan perjalanan karir dan profesinya.
Sedangkan orang tua dan mertua mestinya nyengkuyung dengan pangestu dan doa.
Dapur Tilam Upih, Tilam Sari, Brojol sudah mengisyarakatkan doa orang tua untuk ketenteraman keluarga si anak. Pamor Wos Wutah, Jung Isi Dunya, Tunggak Semi adalah doa dan pangajab orang tua atas kelancaran rezeki si anak sekaligus harapan bila orang tuanya mendapat kemuliaan (pangkat, derajat, semat) bisa tumurun ke anak.
Keris juga sebuah legacy bagi sebuah keluarga. Di dalamnya ada kisah perjalanan, upaya, atau perjuangan para leluhur dalam membangun keluarga, yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi. Legacy itu bisa berupa simbol yang berisi sebuah cita-cita dan doa.
Penting, memahami keris secara benar, agar membebaskan diri dari belenggu absurditas pemaknaa yang berdampak apresiasi yang tidak tepat atau keliru.***